Senin, 31 Maret 2008

KUTAI KARTANEGARA

Cabang Olahraga :

1. Balap Sepeda
2. Berkuda
3. Ski Air
4. Panahan
5. Judo
6. Tinju
7. Gantole
8. Aquatic



Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 km2 dan luas perairan kurang lebih 4.097 km2 yang secara geografis terletak antara 115o26'28" BT - 117o36'43" BT dan 1o28'21" LU - 1o08'06" LS dengan batas administratif sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Malinau
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Kutai Timur dan Selat Makassar
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasir
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat

Secara administratif, Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 225 desa/kelurahan. Dengan pertumbuhan penduduk 4,13% per tahun, penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 547.422 jiwa (2005) dengan kepadatan penduduk rata-rata 20,08 jiwa/km2.

Topografi
Topografi wilayah sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat di beberapa bagian yaitu wilayah pantai dan DAS Mahakam. Pada wilayah pedalaman dan perbatasan pada umumnya merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian 500-2000 m dpl.

Jenis Tanah
Jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah ini menurut Soil Taxonomi USDA termasuk kedalam golongan Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptisol dan Mollisol, sedangkan menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah Podsolik, Alluvbial, Andosol dan Renzina.

Iklim dan Curah Hujan
Karakteristik iklim dalam wilayah Kabupaten Kutai adalam iklim hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm per tahun dengan temperatur rata-rata 26oC. Perbedaaan temperatur siang dan malam antara 5-7 oC.

Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2005 adalah 547.422 jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayah maka kepadatan penduduk mencapai rata-rata 20,08 jiwa/km2. Penduduk yang bermukim di wilayah ini terdiri dari penduduk asli (Kutai, Benuaq, Tunjung, Bahau, Modang, Kenyah, Punan dan Kayan) dan penduduk pendatang seperti Jawa, Bugis, Banjar, Madura, Buton, Timor dan lain-lain.

Pola penyebaran penduduk sebagian besar mengikuti pola transportasi yang ada. Sungai Mahakam merupakan jalur arteri bagi transportasi lokal. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pemukiman penduduk terkonsentrasi di tepi Sungai Mahakam dan cabang-cabangnya.

Daerah-daerah yang agak jauh dari tepi sungai dimana belum terdapat prasarana jalan darat relatif kurang terisi dengan pemukiman penduduk.

Sebagian besar penduduk Kutai Kartanegara tinggal di perdesaan yakni mencapai 75,7% dan 24,3% berada di daerah perkotaan. Sementara mata pencaharian penduduk sebagian besar di sektor pertanian 38,25%, industri/kerajinan 18,37%, perdagangan 10,59 % dan lain-lain 32,79%.

Perekonomian
Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara selama tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 relatif tidak mengalami pergeseran.

Dua sektor yang sangat dominan dan memegang peranan penting dalam perekonomian Kutai Kartanegara karena memberi sumbangan nilai tambah terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan sub sektor pertambangan migas dan sub sektor pertanian dengan sub sektor kehutanan.

Pada tahun 1999, peranan sektor pertambangan sebesar 78,22%terutama didukung oleh peranan sub sektor pertambangan migas sebesar 71,08%. Sedangkan sektor pertanian memiliki peranan 11,21% terutama didukung sub sektor kehutanan yang memiliki peranan 7,25%.
Pada tahun 2003, peranan sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan menjadi 76,12%, hal ini terjadi karena menurunnya peranan sub sektor pertambangan migas yakni 69,96 persen.

Sedangkan sektor pertanian juga mengalami penurunan menjadi 10.69%, terutama didukung peranan sub sektor kehutanan sebesar 6.10%. Sementara itu, di tahun 2002 peranan sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan sebesar 77,67% jika dibanding tahun 2003. sedangkan untuk sektor pertanian mengalami penurunan dari 10,06% dibandingkan tahun 2003.

Bila komoditi minyak dan gas bumi dikeluarkan dari perhitungsn PDRB, maka dampak terhadap nilai PDRB dan distribusinya juga akan berbeda bila dibandingkan dengan perhitungan PDRB dengan migas. Di sini terlihat nyata perbedaan peranan atau kontribusi sektor dalam membentuk struktur perekonomian daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Seperti halnya dengan migas, struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara tanpa migas tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 juga relatif kurang banyak mengalami pergeseran di mana terlihat bahwa tanpa migas sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Kutai Kartanegara karena memberi sumbangan nilai tambah terbesar.

Pada tahun 1999, sektor pertanian menyumbang sebesar 38,78% dan dalam tahun 2003 menjadi 35,59%. Setelah sektor pertanian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian non migas; seperti batu bara, emas, perak dan lain-lain sebesar 20,52%. Sektor konstruksi 15,38% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 10,43% di tahun 2003.

PDRB dan Pendapatan Masyarakat
Nilai nominal PDRB Kutai Kartanegara dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mengalami peningkatan. Angka PDRB pada tahun 1999 sebesar Rp 15,59 triliun meningkat menjadi Rp 27,05 triliun di tahun 2003.

Bila dilihat perkembangan PDRB non-migas atas dasar harga berlaku juga mengalami peningkatan, angka PDRB non-migas tahun 1999 sebesar Rp 4,51 triliun meningkat menjadi Rp 6,12 triliun.

Sementara itu, PDRB atas dasar harga konstan dengan migas maupun non-migas juga menampakkan peningkatan. Pada tahun 1999 PDRB atas dasar harga konstan dengan migas bernilai Rp 6,45 triliun meningkat pada tahun 2003 menjadi Rp 7,72 triliun.

Sedangkan untuk PDRB atas dasar harga konstan non-migas juga mengalami peningkatan, di tahun 1999 sebesar Rp 1,80 triliun menjadi Rp 2,46 triliun tahun 2003.

Sementara itu, di tahun 2003 total PDRB perkapita mengalami peningkatan yang cukup positif hingga mencapai Rp 56,79 juta dengan total pendapatan per kapita juga meningkat sebesar Rp 43,57 juta.

Namun demikian dengan pendapatan perkapita yang relatif tinggi tersebut tidak mutlak menggambarkan bahwa masyarakat Kabupaten Kutai menjadi makmur, karena pendapatan yang diterima tersebut adalah pendapatan bruto disamping masih adanya unsur ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan.

Tidak ada komentar: